Teks Pancasila – Pancasila adalah dasar negara Indonesia. Berasal dari bahasa Sansekerta, Pancasila merupakan gabungan dari dua kata, yaitu panca yang berarti lima; dan sila yang berarti asas. Di dalam teks Pancasila terdapat lima poin yang menjadi dasar dan landasan dalam kehidupan kebangsaan Indonesia.
Selain sebagai dasar negara, Pancasila juga memiliki fungsi lain. Di antaranya adalah sebagai pandangan hidup dan cita-cita bangsa. Hal ini berkaitan dengan bagaimana mewujudkan keadilan dan kemakmuran dengan cara yang sesuai kepribadian bangsa Indonesia. Sedangkan secara praktis, Pancasila berfungsi salah satunya sebagai sumber hukum utama.
Sebagai sumber dari segala sumber hukum di Indonesia, Pancasila menjadi rujukan utama dalam setiap pembuatan peraturan. Segala peraturan yang dibuat tidak boleh melenceng dari sumber utama ini. Oleh sebab itu, sangat penting bagi setiap warga negara Indonesia untuk mengetahuinya, minimal hapal secara teks.
Pentingnya pengetahuan tentang dasar negara ini ditanamkan kepada setiap warga negara sejak masih kanak-kanak. Salah satu caranya adalah dengan pembacaan Pancasila setiap upacara pada hari Senin di sekolah. Tidak hanya itu, di setiap kelas biasanya selalu terdapat tempelan poster yang berisi teks Pancasila.
Perumusan dasar negara Pancasila ini tidak dapat dikatakan sederhana. Terdapat rapat-rapat alot dan usulan demi usulan yang turut mengiringi pembentukan Pancasila.
Proses Penyusunan Teks Pancasila
Teks Pancasila sendiri sebenarnya tidak langsung terumuskan begitu saja. Ada proses-proses dan berbagai perdebatan yang dilalui. Sidang BPUPKI (Badan Penyelidik Usaha-Usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia) pertama yang berlangsung pada 29 Mei hingga 1 Juni 1945, merupakan sidang yang membahas perumusan dasar negara. Pada proses ini, ada tiga orang tokoh yang memberikan usulan melalui pidatonya.
1. Usulan Mohammad Yamin
Pertama, pada 29 Mei 1945 Mohammad Yamin yang mengusulkan lima rumusan. Isi rumusannya adalah: Peri Kebangsaan; Kemanusiaan; Ketuhanan; Kerakyatan; dan Kesejahteraan Rakyat.
2. Usulan Soepomo
Dua hari kemudian, Soepomo juga memberikan lima rumusan dasar negara. Rumusan ini berisi poin-poin inti yaitu: Persatuan; Kekeluargaan; Keseimbangan Lahir Batin; Musyawarah; serta Keadilan Rakyat.
3. Usulan Soekarno
Pada tanggal 1 Juni 1945, Soekarno turut menyumbangkan pemikirannya. Rumusan dasar negara yang diusulkan diberi nama sebagai Pancasila. Isi Pancasila rumusan Soekarno adalah: Kebangsaan; Internasionalisme atau Peri Kemanusiaan; Mufakat atau Demokrasi; Kesejahteraan Sosial; dan Ketuhanan Yang Maha Esa.
Soekarno melanjutkan, bahwa usulan tersebut dapat dipersingkat menjadi Trisila. Isi dari Trisila yaitu: Sosionasionalisme; Sosiodemokrasi; dan Ketuhanan Yang Berkebudayaan. Tiga poin tersebut menurutnya masih bisa diperas lagi menjadi Ekasila, yaitu Gotong-Royong. Tanggal 1 Juni 1945 inilah yang kemudian dijadikan hari lahirnya Pancasila.
Baca Juga: Hari Lahir Pancasila
Teks Pancasila dalam Piagam Jakarta
Sebelum menjadi teks yang berisi lima sila seperti sekarang, Pancasila pernah memiliki poin yang sedikit berbeda. Perbedaan itu dapat dilihat dalam naskah Piagam Jakarta (atau disebut juga Jakarta Charter).
1. Pembentukan Panitia Sembilan
Bermula dari belum tercapainya kesepakatan dalam sidang BPUPKI I, tercetuslah pembentukan “Panitia Sembilan”. Sesuai namanya, panitia ini berisi sembilan orang dengan diketuai oleh Soekarno dan wakilnya Mohammad Hatta yang sama-sama golongan nasionalis. Anggota lainnya yang termasuk nasionalis adalah Raden Achmad Soebardjo Djojoadisoerjo dan Mohammad Yamin.
Sementara itu dari golongan Islamis ada KH Abdul Wahid Hasjim, Abdoel Kahar Moezakir, Raden Abikusno Tjokrosoejoso, dan Haji Agus Salim. Serta ada satu golongan Kristen yaitu AA Maramis.
Tugas utama Panitia Sembilan adalah berkaitan dengan pembentukan dasar negara. Adanya Panitia Sembilan ini sejatinya adalah upaya untuk mempertemukan pandangan pihak nasionalis dan Islamis. Upaya ini kemudian membuahkan hasil pada sidang tanggal 22 Juni 1945 berupa rumusan dasar negara yang disebut Piagam Jakarta.
2. Isi Piagam Jakarta
Pada dasarnya, isi Piagam Jakarta tidak berbeda jauh dengan yang saat ini dikenal sebagai Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945. Naskah tersebut terdiri dari empat alinea, dan perbedaannya terletak di alinea terakhir.
Berikut bunyinya: …Ketuhanan, dengan kewajiban menjalankan syari’at Islam bagi pemeluk-pemeluknya, menurut dasar kemanusiaan yang adil dan beradab, persatuan Indonesia, dan kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan-perwakilan serta dengan mewujudkan suatu keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.
Bagian “Ketuhanan, dengan kewajiban menjalankan syari’at Islam bagi pemeluk-pemeluknya” pun diperdebatkan antara golongan nasionalis dan islamis. Pada awalnya, Soekarno turut bersikeras melakukan pembelaan untuk mempertahankan sila pertama tersebut. Perdebatan ini terjadi saat sidang BPUPKI yang kedua. Pada 16 Juli 1945, kalimat yang diperdebatkan tersebut diputuskan untuk tetap dipertahankan.
Baca Juga: Monumen Pancasila Sakti
3. Perubahan Isi Piagam Jakarta
Pada 18 Agustus 1945, terjadi pembicaraan tidak resmi antara Soekarno, Hatta, dan beberapa tokoh Islam. Dalam pembicaraan tersebut, terjadi pembahasan tentang perwakilan Indonesia timur yang tetap keberatan atas kata-kata “dengan kewajiban menjalankan syari’at Islam bagi pemeluk-pemeluknya”. Mereka bahkan mengancam akan melakukan pemisahan diri jika kalimat tersebut tidak diubah.
Para tokoh Islam merasa sulit menerima permintaan para perwakilan Indonesia Timur tersebut. Alasannya adalah karena rumusan Piagam Jakarta telah dibahas selama berhari-hari dengan menguras pikiran dan tenaga. Kemudian tiba-tiba akan diubah dalam waktu singkat.
Namun para tokoh nasionalis terus berusaha melakukan pembicaraan dan lobi-lobi. Mengingat situasi genting masa-masa kemerdekaan, satu per satu tokoh Islam ini akhirnya mau menerima keputusan tersebut. Pada saat itulah sila pertama diubah menjadi “Ketuhanan Yang Maha Esa”.
Sebab Pancasila merupakan rujukan hukum utama, maka perubahan ini juga berpengaruh terhadap UUD 1945. Misalnya, yang awalnya menggunakan kata “Mukadimah”, berubah menjadi “Pembukaan”. Beberapa pasal yang mengandung unsur Islami pun diubah menjadi lebih umum.
Isi Teks Pancasila
Setelah perubahan isi Piagam Jakarta pada 18 Agustus 1945, isi dari Pancasila pun ditetapkan. Berikut isi teks Pancasila yang menjadi dasar negara Indonesia:
- Ketuhanan Yang Maha Esa
- Kemanusiaan yang Adil dan Beradab
- Persatuan Indonesia
- Kerakyatan yang Dipimpin Oleh Hikmat Kebijaksanaan dalam Permusyawaratan/Perwakilan
- Keadilan Sosial Bagi Seluruh Rakyat Indonesia
Berdasarkan teks di atas, dapat dilakukan penjabaran bahwa sila pertama berarti rakyat Indonesia adalah masyarakat yang bertuhan dan beragama. Masyarakat yang menjunjung tinggi nilai keberserahan diri kepada Tuhan.
Selanjutnya di sila kedua, manusia Indonesia direpresentasikan sebagai makhluk yang sangat menjunjung keadilan. Disini dapat dikatakan bahwa dalam bermasyarakat harus mengutamakan adab atau tata krama. Selain itu juga harus mengetahui batasan-batasan kebebasan.
Dalam sila ketiga, sangat jelas bahwa Indonesia merupakan negara yang mengedepankan kepentingan bersama (persatuan) di atas kepentingan diri sendiri atau kelompok. Sila keempat menunjukkan bahwa bangsa Indonesia memiliki kepribadian yang senantiasa mendengarkan pendapat orang lain. Bukan pribadi yang keras kepala, namun tetap memiliki pendirian.
Sementara sila kelima mengisyaratkan bahwa bangsa Indonesia adalah bangsa yang tidak pandang bulu. Indonesia selalu menerima perbedaan suku, agama, ras, golongan, dan lain-lain. Semua diperlakukan sama terutama di mata hukum. Hal ini tentunya sejalan dengan semboyan negara, yaitu Bhinneka Tunggal Ika yang artinya berbeda-beda tetapi tetap satu.
Baca Juga: Filsafat Pancasila
Fakta Unik Teks Pancasila
Pada 25 Agustus 2019, ada hal unik berkaitan dengan Pancasila. Museum Rekor-Dunia Indonesia mencatat rekor pembacaan teks Pancasila dengan peserta terbanyak. Rekor ini dipecahkan di Boyolali dengan diikuti 37.449 peserta. Piagam penghargaan diterima oleh Bupati Boyolali, Seno Samodro yang memprakarsai kegiatan tersebut.
Dua tahun sebelumnya, tepatnya pada 26 September 2017 diadakan nikah massal di kantor DPRD DI Yogyakarta. Hal yang unik adalah calon pengantin disyaratkan memberikan mahar berupa seperangkat alat shalat dan pembacaan teks Pancasila. Program nikah massal bertema “Nikah Bareng Pancasila Sakti” ini diikuti oleh delapan pasangan.
Tak dapat dipungkiri bahwa keberadaan teks Pancasila amatlah penting bagi Bangsa Indonesia. Oleh karena itu, sebagai warga negara, hendaknya menyikapi dengan bijak. Dengan begitu, apa yang telah dicita-citakan oleh para pendiri bangsa melalui Pancasila dapat terwujud.