Yuk Belajar Tipografi Puisi Disini

Tipografi Puisi

Tipografi Puisi – Sebelum membahas lebih lanjut, ada baiknya kita memahami lebih dahulu tentang apa itu tipografi?

Menurut Wikipedia tipografi adalah seni cetak atau tatanan huruf dengan aturan penyebaran pada ruang yang tersedia untuk menciptakan kesan tertentu guna kenyamanan membaca.

Jika kita lihat beberapa puisi tentu memiliki berbagai perbedaan bentuk, ada yang di tuliskan dengan halaman yang tidak dipenuhi kata, penempatan pada tepi kanan dan kiri, berbentuk zig zag, terpisah-pisah perkatanya, dan dengan bentuk pola lainnya.

Bentuk tersebut tidak sekedar bermaksud memperindah tampilan puisi semata, tetapi juga pada tujuan penyampaian pemahaman tentang isi puisi beserta mempermudah pembaca.

Dalam tipografi juga digunakan peletakan huruf kapital dan tanda baca dalam baris puisi.

Selain tipografi puisi, bentuk dalam susunan baris puisi juga disebut wajah puisi.

Puisi dengan tipografi disebut puisi kontemporer yaitu suatu puisi yang terikat pada tema dan struktur fisik.

Tipografi puisi pada mulanya di gunakan oleh penyair yang kurang percaya dengan kekuatan kata sehingga menggunakan bentuk fisik puisi sebagai penarik dan diharapkan memberikan kenyamanan pada pembacanya.

Salah satu penyair puisi kontemporer ini adalah Sutardji dimana beliau mulai tidak mempercayai kekuatan kata dan lebih percaya pada eksistensi bunyi.

Berbagai contoh tipografi puisi dapat dilihat pada bentuk-bentuk puisi berikut!

Sebagai Dahulu

Laksana bintang berkilat cahaya,
Di atas langit hitam kelam,
Sinar berkilau cahya matamu,
Menembus aku kejiwa dalam.

Ah, tersadar aku,
Dahulu ………………………………
Telah terpasang lentera harapan
Tetiup angin gelap keliling.

Laksana bintang di langit atas,
Bintangku Kejora
Segera lenyap peredar pula,
Bersama zaman terus berputar

(Aoh Kartahadimaja, Gema tanah Air, hal. 51)

Doa Perahu

tuhanku
          beritahu
                    kini

ke manakah
               harus
                      kupergi

ke muara
            menyongsong
                       laut
                                 biru

ataukah
           melawan
                     arus
                         menuju
                                   hulu

(Ismed Natsir, Horison, Oktober, 1974)

Tapi

aku bawakan bunga padamu
tapi kau bilang masih
aku bawakan resah padamu
tapi kau bilang hanya
aku bawakan darahku padamu
tapi kau bilang cuma
aku bawakan mimpiku padamu
tapi kau bilang meski
aku bawakan dukaku padamu
tapi kau bilang tapi
aku bawakan mayatku padmu
tapi kau bilang hampir
aku bawakan arwahku padamu
tapi kau bilang kalau
tanpa apa aku datang padamu
wah!

(Sutardji Calzoum Bachri, O AMUK KAPAK, 1981)

Pada beberapa contoh puisi di atas kita dapat membandingkan bentuk yang satu dengan bentuk yang lainnya sehingga dapat memilih dan menilai bentuk mana yang membantu.

Selain itu juga mempermudah kita dalam memahami puisi maupun memberi kenyamanan saat membacanya sehingga dapat kita gunakan sebagai bentuk awal jika kita ingin membuat tipografi pada puisi yang kita tuliskan.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *