Budaya Jawa Tengah : Unik dan Menarik, Banyak Memikat Wisatawan

BUDAYA JAWA TENGAH

Budaya Jawa Tengah – Pulau Jawa telah melewati banyak peradaban dan perubahan dari masa ke masa. Perkembangan ini turut mempengaruhi kehidupan dan budayanya, tidak terkecuali budaya Jawa Tengah.

Terbentuknya budaya di Jawa Tengah tidak terlepas dari pengaruh keraton Surakarta sebagai pusat kebudayaan Jawa.


Budaya Jawa Secara Umum

Budaya Jawa Secara Umum

Pada dasarnya, budaya Jawa menjunjung keselarasan, keseimbangan, serta kesederhanaan dalam hidup. Prinsip ini dapat dimanifestasikan dalam bentuk kerukunan antar masyarakat, dan penghormatan kepada yang lebih tua. Rasa kekeluargaan yang kuat juga membentuk masyarakat yang suka bergotong-royong.

DI sisi lain, orang-orang Jawa dikenal sebagai pekerja keras. Hal ini terutama dapat dilihat ketika mereka berada di perantauan. Orang-orang Jawa bersedia melakukan pekerjaan berat tanpa banyak memikirkan pandangan orang lain.

Namun kesamaan prinsip tersebut tidak lantas menjadikan budaya Jawa seragam di seluruh Pulau Jawa. Setidaknya ada 3 kelompok dalam budaya Jawa. Ketiganya adalah budaya Jawa Tengah –DIY, budaya Jawa Timur, dan budaya Banyumasan. Perbedaan ketiga kelompok ini dipengaruhi oleh berbagai sejarah dan kondisi geografis wilayahnya.

Masyarakat Jawa Timur dikenal blak-blakan dengan nada bicara yang cenderung terdengar kasar. Sementara masyarakat Jawa Tengah-DIY dapat dikatakan lebih lembut dan sabar. Dari segi bahasa pun mereka lebih halus dan masih memperhatikan tingkatan. Sementara ciri yang sangat terkenal untuk wilayah Banyumasan adalah bahasa Ngapak-nya.

Kebudayaan Jawa sebenarnya tidak terbatas pada Pulau Jawa saja. Orang-orang Jawa banyak tersebar di berbagai daerah di Indonesia, bahkan hingga luar negeri. Di tempat tersebut kemudian terbentuk budaya baru yang meskipun tetap berpegang kepada kebudayaan asal, namun telah mendapat pengaruh dari budaya setempat.


Jawa Tengah dan Kekhasan Budayanya

Jawa Tengah Dan Kekhasan Budayanya

Provinsi Jawa Tengah terletak di tengah pulau Jawa, diapit Jawa Timur dan Jawa Barat. Sementara di Selatan berbatasan dengan Provinsi DIY, dan di utara berbatasan langsung dengan Laut Jawa.

Wilayah Jawa Tengah merupakan pusat kebudayaan Jawa. Kota Surakarta yang menjadi lokasi keraton mempengaruhi budaya Jawa Tengah dalam memerhatikan tata krama dalam pergaulan. Jika masyarakat Jawa Timur dikenal blak-blakan, maka di Jawa Tengah masyarakatnya lebih berusaha tampak sopan dan basa basi.

Dibandingkan masyarakat Jawa lainnya, dalam segi bahasa masyarakat Jawa Tengah masih memerhatikan tingkatan bahasa atau yang disebut undhak-undhuk basa. Tingkatan paling bawah disebut Ngoko. Penggunaannya adalah untuk berbicara dengan orang yang sebaya atau setara secara status sosial. Sementara Kromo, tingkatan tinggi digunakan untuk menunjukkan penghormatan kepada lawan bicara.

Entah suatu kebetulan atau tidak, sejalan dengan kehalusan sikap masyarakatnya, rasa masakan di Jawa Tengah cenderung ke arah manis. Sekalipun masakan yang dibuat tergolong gurih dan pedas, rasa manis tetap terasa di masakan. Contoh makanan paling populer adalah gudeg yang terbuat dari nangka muda.

Di sisi lain, suatu sikap yang positif kadang diiringi dengan stereotip negatif. Sikap masyarakat Jawa Tengah yang cenderung lembut dan berusaha menghormati perasaan orang lain, terkadang dianggap sebagai sikap munafik. Sangkaan ini berdasar pada anggapan bahwa sikap demikian hanya demi menghindari terjadinya konflik, meskipun sebenarnya mendapat perlakuan yang tidak disukai.

Namun anggapan-anggapan tersebut pada dasarnya merupakan konsekuensi dari adanya perbedaan budaya. Perbedaan yang jauh atau bahkan bertolak belakang sangat mungkin memicu kesalahpahaman.

Suku Jawa memang merupakan mayoritas, namun sebenarnya Jawa Tengah juga dihuni oleh suku lainnya. Orang-orang suku Sunda juga dapat ditemukan di wilayah perbatasan sebelah barat, seperti Cilacap dan Brebes. Suku lain seperti Tionghoa dan Arab yang sebagian sudah fasih berbahasa Jawa juga memberikan warna di Jawa Tengah.


Budaya dan Kesenian Tradisional Jawa Tengah yang Masih Bertahan

Budaya Dan Kesenian Tradisional Jawa Tengah Yang Masih Bertahan

Berbicara mengenai budaya, tentunya tidak terlepas dari kesenian yang berkembang di masyarakat. Begitu pula di Jawa Tengah, di mana masih ada beberapa budaya dan kesenian tradisional yang bertahan dalam arus modernisasi.

Wayang Kulit

Ada dua versi mengenai asal kata wayang. Pertama disebutkan bahwa asal kata “wayang” adalah “maHyang”, yang artinya menuju spiritualitas sang maha kuasa. Versi lain mengatakan bahwa “wayang” berasal dari “bayang”, karena seni ini menggunakan bayang-bayang dalam pertunjukannya.

Wayang memiliki banyak macam. Salah satunya adalah wayang kulit yang merupakan bagian dari budaya Jawa Tengah. Pembuatan wayang kulit berbahan baku kulit kerbau kering. Di bagian tangan dan kaki tokoh wayang dipasang bilah yang dapat digunakan untuk menggerakkan wayang. Pertunjukan dipimpin oleh seorang pencerita yang disebut dalang.

Wayang dimainkan oleh dalang di balik kain putih yang berfungsi sebagai layar yang disorot cahaya. Penonton hanya melihat bayangan tokoh wayang dari layar tersebut.

Pada umumnya pertunjukan wayang mengambil cerita Ramayana dan Mahabharata. Tetapi dalang bisa juga memainkan cerita gubahan. Ada banyak sekali tokoh wayang kulit. Beberapa di antaranya adalah Semar, Petruk, Gatotkaca, Rahwana, Srikandi, dan Karna.

Gamelan Jawa

Kata gamelan berasal dari “gamel” yang dalam bahasa Jawa berarti menabuh. Hal ini dikarenakan instrumen-instrumen gamelan didominasi oleh alat musik tabuh/pukul. Ada dua jenis tangga nada atau disebut “laras” dalam gamelan. Kedua laras tersebut adalah Slendro yang memiliki 5 nada per oktaf; dan Pelog yang memiliki 7 nada per oktaf.

Ada bermacam-macam instrumen dalam gamelan. Instrumen utama adalah Kendang sebagai pengatur tempo permainan gamelan. Kemudian ada tiga instrumen yang merupakan balungan atau kerangka, yaitu Demung, Saron, dan Peking. Ada dua jenis Bonang, yaitu Bonang Barung dan Bonang Panerus. Tidak ketinggalan Gong yang merupakan penyeimbang. Dan masih banyak lagi yang lainnya.

Gamelan biasanya dimainkan untuk mengiringi pertunjukan lainnya. Tari klasik, karawitan, hingga wayang kulit menggunakan gamelan sebagai musik pengiringnya.

Ritual Kirab Apem Sewu

Tradisi ini berasal dari kampung Sewu, Solo dan digelar setiap bulan Zulhijjah menurut kalender Hijriyah. Kegiatan ini dimaksudkan sebagai wujud syukur masyarakat atas terhindarnya daerah mereka dari bencana. Selain itu, tujuan lainnya adalah untuk menghargai para pembuat apem dan agar kampung Sewu lebih dikenal sebagai sentra produksi apem.

Di samping merupakan nama daerah asalnya, kata “sewu” juga berarti “seribu” dalam bahasa Jawa. Dalam penyelenggaraannya, seribu apem disusun membentuk gunungan dan diarak berkeliling. Apem-apem itu kemudian dibagikan kepada warga sekitar setelah sebelumnya didoakan terlebih dulu.

Kepercayaan Kejawen

Dalam budaya Jawa Tengah terdapat kepercayaan yang disebut Kejawen. Kepercayaan ini lebih mengarah kepada falsafah hidup daripada agama. Penganut Kejawen dapat menganut suatu agama tertentu tanpa melepaskan kepercayaan Kejawen-nya.

Pada intinya, ajaran Kejawen memiliki dua prinsip yang keduanya mengemukakan hubungan hamba dengan Tuhannya. Pertama adalah “Sangkan Paraning Dumadhi” yang berarti “dari mana datang dan kembalinya hamba Tuhan”. Lalu dilanutkan dengan “Manunggaling Kawula Gusthi” yang artinya “bersatunya hamba dan Tuhan”.

Meskipun tidak mengikat sebagai ajaran tertentu, namun tetap ada laku yang terkait dengan Kejawen. Ada tiga tingkatan laku olah spiritualitas yaitu Maneges atau bertapa, Semedi atau meditasi, dan Wiridan atau pelafalan rapal.

Demikianlah budaya Jawa Tengah dengan kelembutan dan kehalusan yang menjadi ciri khasnya. Kekhasan tersebut merupakan bagian dari keragaman dan kekayaan budaya di Indonesia yang sepatutnya dijaga dan dilestarikan.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *