Contoh Cerpen dan Unsur Intrinsiknya – Siapa yang belum atau bahkan tidak pernah membaca cerpen? Tentu hampir seluruh anak pernah membaca cerpen.
Cerpen merupakan sebuah cerita yang dapat habis dalam sekali duduk, artinya untuk menghabiskan bacaan 1 buah judul cerpen itu singkat.
Di dalam sebuah cerpen tentu terdapat unsur-unsur pendukung yang harus ada di dalam penulisannya sebagai pembentuk cerita.
Unsur tersebut dinamakan unsur intrinsik dan biasanya terdiri dari tema (ide cerita), alur (cara berjalannya suatu cerita), latar (tempat, waktu dan suasana yang terdapat di dalam cerita), tokoh (pemain di dalam cerita), penokohan (watak tokoh), sudut pandang (cara penulis menceritakan cerita), dan amanat (pesan).
Pada artikel ini kita akan menjelaskan tentang unsur-unsur intrinsik yang terdapat di dalam sebuah cerpen.
Contoh cerpen dan unsur-unsur intrinsik yang terdapat di dalamnya :
MINAT BERSEKOLAH
Sekolah adalah tempat yang diharapkan-harapkan beberapa penduduk di desaku.
Katanya dengan bersekolah kami mampu meraih apapun yang kami mau.
Di desaku hanya sebahagian kecil saja anak-anak yang mampu duduk dibangku sekolah, sedangkan yang lainnya lebih suka pergi berkebun atau membantu orang tuanya di sawah.
Hatiku miris memandangi begitu rendahnya minat teman-temanku dalam bersekolah.
Bagi mereka bersekolah tak lebih dari sekedar membuang-buang waktu saja.
“Ainun ainun tunggu aku”. Kudengar suara memanggilku yang tak asing didengar telingaku.
Dan benar ketika aku menoleh kebelakang aku melihat Angga sedang mengayuh sepedanya.
“Ayo, pergi bersama denganku.”
“Aah aku tidak mau, aku mau pergi ke sekolah bisa-bisa bajuku nanti kotor karena jatuh dari sepedamu”.
“Ainun yang semalam itu kan karna ada kucing yang mau menyebrang makanya aku terpaksa menjatuhkan diri” balas Angga di tambah wajah nyengirnya.
Dia turun dari sepedanya dan ikut berjalan sambil mendorong sepedanya.
Dia adalah sahabatku sejak kecil, selain rumah kami yang berdekatan, sejak dulu hingga sekarang kami juga selalu didaftarkan dan mendaftar di sekolah yang sama.
Aku juga senang selalu bersama-sama dengannya rasanya aku seperti mempunyai seorang abang yang selalu menjagaku apa lagi mengingat aku adalah anak satu-satunya.
Orang tuaku juga begitu percaya pada Angga.
Tidak terasa kami pun telah tiba disekolah.
Aku dan Angga pergi menuju kelas kami masing-masing.
Tidak ada hal unik seperti adegan di FTV pada sekolahku.
Setiap kali selesai jam pelajaran Aku dan Angga selalu berkunjung ke perpustakaan.
Aku bingung, rasanya sejak aku memasuki SMA ini perpustakaan selalu sepi.
Para siswa lebih suka menggerayahi kantin dan berteriak-teriak meminta pesanan makanannya daripada harus duduk diantara deretan buku.
Sejenak kami terteguh dalam pandangan yang tak sedap.
Terlihat disudut sana Roni yang merupakan anak dari pemilik sekolah kami tengah memaki-maki pak Hardi tukang bersih-bersih di sekolah kami.
Angga yang geram melihatnya pun menghampiri Roni.
“Apa-apaan kamu Roni? Apa pantas kamu memperlakukan orang tua dengan tingkat yang seperti itu? Heiii kamu itu orang berpendidikan tapi mengapa tingkahmu seperti preman di pasaran?”.
Roni yang merasa malu diperlakukan begitu oleh Angga pun mendorong Angga “jangan ikut campur ya ngga, emang dasar si tua ini aja yang gak becus kerjanya.
Lagian aku mau marah-marah ke dia apa juga urusannya sama kamu? Emang dia orang tuamu? Kamu itu disini Cuma ketua OSIS dan aku anak dari pemilik sekolah ini jadi jangan ikut campur urusanku atau kamu bisa aku keluari dari sini.” Ketus Roni yang mencoba mengancam Angga dan berlalu pergi.
Angga pun hanya terdiam, rasanya tak mungkin baginya untuk pindah ke sekolah lain andai dikeluarkan dari sekolah kami apalagi mengingat saat ini kami telah duduk di bangku kelas 12.
“Maafkan perlakuan teman saya ya pak”
“Iya nak tidak apa-apa bapak bisa memakluminya” Terimakasih ya nak untung saja tadi kamu datang kalo tidak bapak sudah…” pak Hardi pun menghentikan ucapannya seolah tak ingin diketahui siapa pun.
“Sudah apa pak kenapa bapak tidak melanjutkan?”
“Oh tidak nak tidak apa-apa bapak permisi melanjutkan kerja dulu ya.”
Pak Hardi pun meninggalkan Angga. Aku yang sedari tadi mengamati mereka dari pintu perpustakaan pun menghampiri Angga.
“Sudah tenang saja kamu tidak akan dikeluarkan kok, yaah walaupun dia anak pemilik sekolah ini tapi kamu kan salah satu siswa berprestasi jadi sekolah pasti kesulitan untuk mempertimbangkan agar kamu keluar.” Aku mencoba berusaha menenangkannya yang kupandang dengan wajah khawatir.
“Terimakasih Ainun, kamu selalu tahu cara menenangkan aku.”
“iiiii kamu jangan bawa perasaan, aku hanya takut menjadi juara 1 umum saja nanti andai kamu benar-benar keluar haha” canda ku yang kemudian diikuti gelak tawa kami serta cubitan kecil yang ia sampaikan di pipiku.
Di tengah-tengah tawa kami tiba-tiba Pak Andi memanggil kami untuk masuk ke ruang OSIS.
“Angga, Ainun kalian menyadari tidak beberapa siswa-siswa di sini lambat laun semakin berkurang dan alasannya selalu saja sama”. Seru pak Andi mengawali perbincangan.
Ya, memang belakangan ini satu persatu dari siswa disekolahku itu memutuskan untuk berhenti sekolah alasannya si setiap kami berkunjung kerumah-rumah orang tuanya mereka selalu memberi jawaban yang sama bahwa bersekolah hanya membuang-buang waktu saja.
“Lalu pak apa yang bisa kami lakukan untuk mengatasi permasalahan ini pak?” saut Angga seolah iya menambah tugas kami saja.
“Pertanyaan yang tepat Angga… jadi begini bapak ingin kamu dan Ainun mencari tahu alasan sebenarnya mereka berhenti sekolah.”
“Baik pak”. Saut Angga menyanggupi perintah pak Andi.
Tentu saja aku pasti mendampinginya karna memang sejak dahulu kami selalu mengerjakan tugas bersama-sama ntah itu tugas tentang pelajaran maupun organisasi.
Kami akan memulai misi pertama kami, kami berkunjung ke rumah Ayu.
Tok tok tok begitu bunyi pintu yang sedang di ketuk Angga. “Iya sebentar” terdengar sahutan dari dalam dan kemudian muncul ibu Ayu membuka pintu.
“oh Angga, ayo masuk nak mau bertemu Ayu yah? Duduk saja dulu biar ibu panggilkan” ya, ibu Ayu memang kurang suka pada ku sebab Ayu adalah mantan pacar Angga dan mereka putus karena Ayu cemburu melihat persahabatan aku dan Angga.
Tidak lama kemudian Ayu pun keluar.
Tidak membuang waktu karena Angga menyadari tatapan kebencian Ayu padaku ia pun langsung bertanya tentang alasan mengapa Ayu keluar.
Namun, karena salah pahamnya Ayu justru melibatkan urusan pribadi “memangnya kenapa jika aku keluar? Bukannya itu kesempatan bagus buat kamu bisa makin berduaan sama Ainun?”.
Angga yang merasa kedatangannya takkan mendapat jawaban pastipun memutuskan untuk pamit dan kami keluar dari rumah Ayu.
“Maafkan sikap Ayu barusan ya nun.” Ucap si Angga.
“Ah kau ini untuk apa memperdulikan itu sejak kapan juga aku punya hati, tenang saja aku tidak tersinggung.” Aku berbohong padanya padahal ingin ku jambak-jambak saja Ayu tadi yang seenaknya menuduhku.
Ada atau tidak ada dia pun aku bisa dengan mudah berduaan dengan Angga.
Kami melanjut kerumah-rumah anak-anak lainnya, tetapi jawabannya tetap sama para orang tua menilai sekolah itu hanya membuang-buang waktu mereka akan lebih produktif saat berladang sedangkan anak-anak mereka juga mengatakan tidak ingin lagi sekolah.
Rasanya kami hampir putus asa dengan jawaban yang kami dapatkan hingga jawaban mengejutkanpun terlontar dari mulut ibu nya Intan.
Intan adalah teman sekolah kami yang baru 3 hari lalu meninggal beliau menuturkan “saat itu Intan yang biasanya rajin kesekolah mendadak tidak ingin pergi sekolah raut wajahnya menandakan ketakutan.
Ibu saat itu benar-benar khawatir namun tidak bisa berbuat apa-apa.
Sampai akhirnya keesokan harinya ibu lihat Intan sudah meninggal, ibu kira dia meninggal tidak wajar dan ternyata terdapat banyak luka sayatan, tusukan hingga lebam-lebam pada seluruh tubuh Intan”
“Luka-luka itu akibat apa bu?” potongku yang mengingat Intan adalah anak yang sangat lembut jadi tidak mungkin dia berkelahi.
“Ibu tidak tau pasti namun akhirnya ibu menemukan catatan di dalam diary Intan bahwasannya Roni dan pak Hardi sering menyiksa anak-anak lainnya termasuk Intan sendiri.
Roni yang memiliki emosi biasanya bersama dengan pak Hardi membawa siswa-siswa untuk ia pukuli dan sayati di dalam gudang sekolah.
” Angga begitu geram mendengar pernyataan ibu Intan “lalu mengapa tidak ada yang melapor bu?” “Sia-sia nak Angga, dia merupakan anak pemilik sekolah ini, jadi bagaimanapun dia akan tetap dibela pihak sekolah”.
Mendengar pernyataan beliau kami berdua berpamitan untuk pulang.
Angga yang merasa ini begitu tidak adil meminta aku menemaninya kerumah pak Andi dengan mengayuh sepedanya kami pun tiba di rumah pak Andi.
Angga lantas menceritakan semuanya hingga sangat detail.
Awalnya pak Andi tidak percaya namun Angga bersikeras meyakinkannya hingga pak Andi pun mau turut mencari bukti.
Di tengah perjalanan kami tidak sengaja melihat pak Hardi sedang dihajar oleh Roni dan saat pak Andi mendatangi Roni pun segera pergi.
“Kenapa bapak bisa dihajar begitu oleh Roni dan diam saja?” pak Hardi yang merasa sudah lama tertekan pun mengajak kami kerumahnya.
Setelah duduk dan menyediakan teh beliau mulai bercerita.
Beliau terpaksa diam saja setiap kali dipukuli Roni serta menuruti permintaan Roni sebab Roni adalah anak kandung beliau yang dititipkan kepada keluarga orang tua yang sekarang.
Beliau juga mengakui kekerasanan yang dilakukan Roni pada seluruh siswa dan akhirnya seluruh siswa pun berani berkata jujur dan melaporkan Roni ke polisi.
Hingga saat ini Roni masih menjadi buronan polisi karna tidak kunjung diketahui keberadaannya.
(Nur Hafizqi)
Unsur-unsur Intrinsik di dalam cerpen tersebut antara lain :
Tema : Persahabatan
Tokoh : Ainun, Angga, Roni, Pak Hardi, Pak Andi, Ayu, Ibunya Intan.
Watak : Ainun berwatak pemberani, dan setia kawan.
Angga berwatak baik, suka menolong, pemberani dan setia kawan.
Roni berwatak kasar, suka menghina, dan sombong.
Pak Hardi berwatak penakut.
Pak Andi berwatak memiliki rasa penasaran dan pemberani.
Ayu berwatak pecemburu.
Ibunya Intan berwatak lembut dan pemberani.
Alur : Campuran
Latar : Tempat : Lingkungan desa, sekolah, rumah Ayu, dan Rumah Intan.
Waktu : Siang hari.
Sausana : Menegangkan dan mengharukan.
Sudut Pandang : Orang pertama.
Amanat : Janganlah kamu bersikap sombong hingga mampu merendahkan orang lain, dan berbuat baiklah serta tidak bersikap kasar dengan orang lain agar tidak menimbulkan masalah yang besar bagimu.
Cerita di dalam cerpen singkat di atas cukup mencengangkan bukan?
Siapa sangka bahwa sosok lelaki yang selalu dihina dan dilecehkan oleh Roni adalah orang tua kandungnya sendiri.
Untuk itu, sangat penting bagi diri kita untuk selalu bersikap rendah hati, menghargai orang lain dan menjaga perilaku kita kepada orang lain.