Kumpulan puisi karya Chairil Anwar, Si Binatang Jalang yang menolak dilupakan.
Mengenang Karya-Karyanya yang Melegenda
MANJAKAN. Kumpulan puisi karya Chairil Anwar yang bisa menginspirasi hidupmu, Chairil anwar merupakan sosok yang sangat terkenal di bidang puisi indonesia, Salah satunya adalah Puisi AKU dari chairil anwar, menjadi salah satu properti penting di Film AADC (Ada apa dengan cinta), Bersama Asrul Sani dan Rivai Apin, ia dinobatkan sebagai pelopor Angkatan 45 dan puisi modern Indonesia oleh H.B. Jassin. Karya-karyanya begitu berpengaruh pada berkembangnya puisi kontemporer di Indonesia.
Berikut ini detail biodata Chairil Anwar yang bersumber dari Wikipedia,
Nama Lengkap: Chairil Anwar
Tanggal Lahir: 26 Juli 1922
Tempat Lahir: Medan, Indonesia
Pekerjaan: Penyair
Kebangsaan: Indonesia
Orang tua: Ayah – Toeloes dan Ibu – Saleha
Diperkirakan ada 96 karya termasuk 70 puisi yang telah ia ciptakan semasa hidupnya yang cuma 27 tahun itu. Hampir semua karyanya merujuk pada kematian seolah ia telah menyadari akan mati muda seperti yang dikemukakan oleh kritikus sastra indonesia asal Belanda, A. Teeuw tetapi selain itu masih ada puisinya yang bertema puisi motivasi, puisi kehidupan, puisi tentang kehidupanku, puisi cinta, puisi tanah air, puisi rindu.
Kebanyakan dari karya-karyanya tidak dipublikasikan hingga kematiannya. Puisi terakhirnya berjudul Cemara Menderai Sampai Jauh, sedangkan puisinya yang paling terkenal berjudul Aku dan Krawang-Bekasi.
Inilah kumpulan puisi karya Chairil Anwar paling populer dan menginspirasi.
#1. Aku
Aku
Kalau sampai waktuku
‘Ku mau tak seorang ‘kan merayu
Tidak juga kauTak perlu sedu sedan itu
Aku ini binatang jalang
Dari kumpulannya terbuangBiar peluru menembus kulitku
Aku tetap meradang menerjangLuka dan bisa kubawa berlari
Berlari
hingga hilang pedih periDan aku akan lebih tidak peduli
Aku mau hidup seribu tahun lagi
Maret 1943
#2. Diponegoro
Diponegoro
Di masa pembangunan ini
tuan hidup kembaliDan bara kagum menjadi api
Di depan sekali tuan menanti
Tak gentar. Lawan banyaknya seratus kali.
Pedang di kanan, keris di kiri
Berselempang semangat yang tak bisa mati.MAJU
Ini barisan tak bergenderang-berpalu
Kepercayaan tanda menyerbu.Sekali berarti
Sudah itu mati.MAJU
Bagimu Negeri
Menyediakan api.Punah di atas menghamba
Binasa di atas ditindasSesungguhnya jalan ajal baru tercapai
Jika hidup harus merasai.Maju.
Serbu.
Serang.
terjangFebruari 1943
#3. Krawang-Bekasi
Krawang-Bekasi
Kami yang kini terbaring antara Krawang-Bekasi
tidak bisa teriak “Merdeka” dan angkat senjata lagi.Tapi siapakah yang tidak lagi mendengar deru kami,
terbayang kami maju dan berdegap hati?Kami bicara padamu dalam hening di malam sepi
Jika dada rasa hampa dan jam dinding yang berdetak
Kami mati muda. Yang tinggal tulang diliputi debu.
Kenang, kenanglah kami.Kami sudah coba apa yang kami bisa
Tapi kerja belum selesai, belum bisa memperhitungkan 4-5 ribu nyawaKami cuma tulang-tulang berserakan
Tapi adalah kepunyaanmuKaulah lagi yang tentukan nilai tulang-tulang berserakan
Atau jiwa kami melayang untuk kemerdekaan kemenangan dan harapan atau tidak untuk apa-apa,
Kami tidak tahu, kami tidak lagi bisa berkata
Kaulah sekarang yang berkataKami bicara padamu dalam hening di malam sepi
Jika ada rasa hampa dan jam dinding yang berdetakKenang, kenanglah kami
Teruskan, teruskan jiwa kami
Menjaga Bung Karno
menjaga Bung Hatta
menjaga Bung SjahrirKami sekarang mayat
Berikan kami arti
Berjagalah terus di garis batas pernyataan dan impianKenang, kenanglah kami
yang tinggal tulang-tulang diliputi debu
Beribu kami terbaring antara Krawang-Bekasi
#4. Sia-Sia
Sia-Sia
Penghabisan kali itu kau datang
membawaku karangan kembang
Mawar merah dan melati putih:
darah dan suci
Kau tebarkan depanku
serta pandang yang memastikan: Untukmu.Sudah itu kita sama termangu
Saling bertanya: Apakah ini?
Cinta? Keduanya tak mengerti.Sehari itu kita bersama. Tak hampir-menghampiri.
Ah! Hatiku yang tak mau memberi
Mampus kau dikoyak-koyak sepi.
#5. Derai-Derai Cemara
Derai-Derai Cemara
Cemara menderai sampai jauh
terasa hari akan jadi malam
ada beberapa dahan di tingkap merapuh
dipukul angin yang terpendamAku sekarang orangnya bisa tahan
sudah berapa waktu bukan kanak lagi
tapi dulu memang ada suatu bahan
yang bukan dasar perhitungan kiniHidup hanya menunda kekalahan
tambah terasing dari cinta sekolah rendah
dan tahu, ada yang tetap tidak terucapkan
sebelum pada akhirnya kita menyerah
#6. Senja di Pelabuhan Kecil
Senja di Pelabuhan Kecil
Kepada Sri Ajati
Ini kali tidak ada yang mencari cinta
di antara gudang, rumah tua, pada cerita
tiang serta temali. Kapal, perahu tiada berlaut
menghembus diri dalam mempercaya mau berpautGerimis mempercepat kelam. Ada juga kelepak elang
menyinggung muram, desir hari lari berenang
menemu bujuk pangkal akanan. Tidak bergerak
dan kini tanah dan air tidur hilang ombak.Tiada lagi. Aku sendiri. Berjalan
menyisir semenanjung, masih pengap harap
sekali tiba di ujung dan sekalian selamat jalan
dari pantai keempar, sedu penghabisan bisa terdekap
#7. Doa
Doa
Kepada pemeluk teguh
Tuhanku
Dalam termangu
Aku masih menyebut namamuBiar susah sungguh
mengingat Kau penuh seluruhcayaMu panas suci
tinggal kerdip lilin di kelam sunyiTuhanku
aku hilang bentuk
remukTuhanku
aku mengembara di negeri asing
Tuhanku
di pintuMu aku mengetuk
aku tidak bisa berpaling
#8. Tak Sepadan
Tak Sepadan
Aku kira:
Beginilah nanti jadinya
Kau kimpoi, beranak dan berbahagia
Sedang aku mengembara serupa Ahasvéros.Dikutuk-sumpahi Eros
Aku merangkaki dinding buta
Tak satu juga pinti terbuka.Jadi baik juga kita pahami
Unggunan api ini
Karena kau tidak ‘kan apa-apa
Aku terpanggang tinggak rangka.Februari 1943
#9. Di Mesjid
Di Mesjid
Kuseru saja Dia
Sehingga datang jugaKami pun bermuka-muka.
Seterusnya Ia Bernyala-nyala dalam dada.
Segala daya memadamkannyaBersimbah peluh diri yang tak bisa diperkuda
Ini ruang
Gelanggang kami berperang.Binasa-membinasa
Satu menista lain gila
#10. Persetujuan dengan Bung Karno
Persetujuan dengan Bung Karno
Ayo! Bung Karno kasih tangan, mari kita bikin janji
Aku sudah cukup lama dengan bicaramu
Dipanggang di atas apimu, digarami lautmu
Dari mulai 17 Agustus 1945Aku melangkah ke depan berada rapat di sisimu
Aku sekarang api, Aku sekarang lautBung Karno! Kau dan aku satu zat satu urat
Di zatmu, di zatku kapal-kapal kita berlayar
Di uratmu, di uratku kapal-kapal kita betolak dan berlabuh
#11. Cintaku Jauh di Pulau
Cintaku Jauh di Pulau
Cintaku jauh di pulau,
gadis manis, sekarang iseng sendiriPerahu melancar, bulan memancar,
di leher kukalungkan ole-ole buat si pacar.
angin membantu, laut tenang, tapi terasa
aku tidak akan sampai padanya.Di air yang tenang, di angin mendayu,
di perasaan penghabisan segala melaju
Ajal bertakhta, sambil berkata:
“Tujukan perahu ke pangkuanku saja.”Amboi! Jalan sudah bertahun ku tempuh!
Perahu yang bersama kan merapuh!
Mengapa ajal memanggil dulu
Sebelum sempat berpeluk dengan cintaku?!Manisku jauh di pulau,
kalau kumati, dia mati iseng sendiri.
#12. Cinta dan Benci
Cinta dan Benci
Aku tidak pernah mengerti
Banyak orang menghembuskan cinta dan benci
Dalam satu napasTapi sekarang aku tahu
Bahwa cinta dan benci adalah saudara
Yang membodohi kita, memisahkan kitaSekarang aku tahu bahwa
Cinta harus siap merasakan sakit
Cinta harus siap untuk kehilangan
Cinta harus siap untuk terluka
Cinta harus siap untuk membenciKarena itu hanya cinta yang sungguh-sungguh mengizinkan kita
Untuk mengatur semua emosi dalam perasaanSetiap emosi jatuh… Keluarlah cinta
Sekarang aku mengetahui implikasi dari cinta
Cinta tidak berasal dari hati
Tapi cinta berasal dari jiwa
Dari zat dasar manusiaYa, aku senang telah mencintai
Karena dengan melakukan itu aku merasa hidup
Dan tidak ada orang yang dapat merebutnya dariku
#13. Sajak Putih
Sajak Putih
Bersandar pada tari warna pelangi
Kau depanku bertudung sutra senja
Di hitam matamu kembang mawar dan melati
Harum rambutmu mengalun bergelut senda
Sepi menyanyiMalam dalam mendoa tiba
Meriak muka air kolam jiwa
Dan dalam dadaku memerdu jiwa
Dan dalam dadaku memerdu lagu
Menarik menari seluruh akuHidup dari hidupku, pintu terbuka
Selama matamu bagiku menengadah
Selama kau darah mengalir dari luka
Antara kita mati datang tidak membelah
#14. Selamat Tinggal
Selamat Tinggal
Ini muka penuh luka
Siapa punya?Kudengar seru menderu
Dalam hatiku
Apa hanya angin lalu?Lagi lain pula
Menggelepar tengah malam butaAh..!!!
Segala menebal, segala mengental
Segala tak kukenal..!!!
Selamat tinggal…!!
#15. Sebuah Kamar
Sebuah Kamar
Sebuah jendela menyerahkan kamar ini
pada dunia. Bulan yang menyinar ke dalam
mau lebih banyak tahu.
“Sudah lima anak bernyawa di sini,
Aku salah satunya!”Ibuku tertidur dalam tersendu,
Keramaian penjara sepi selalu,
Bapakku sendiri terbaring jemu
Matanya menatap orang tersalib di batu!Sekeliling dunia bunuh diri!
Aku minta adik lagi pada
Ibu dan bapakku, karena mereka berada
di luar hitungan: Kamar begini,
3 x 4 m, terlalu sempit buat meniup nyawa!
#16. Rumahku
Rumahku
Rumahku dari unggun timbun sajak
Kaca jernih dari luar segala nampak
Kulari dari gedong lebar halamanAku tersesat tak dapat jalan
Kemah kudirikan ketika senja kala
Di pagi terbang entah ke mana
Rumahku dari unggun timbun sajakDi sini aku berbini dan beranak
Rasanya lama lagi
Tapi datangnya datang
Aku tidak lagi meraih petang
Biar berleleran kata manis madu
Jika menagih yang satu
#17. Kepada Peminta-minta
Kepada Peminta-minta
Baik, baik, aku akan menghadap Dia
Menyerahkan diri dan segala dosa
Tapi jangan tentang lagi aku
Nanti darahku jadi bekuJangan lagi kau bercerita
Sudah tercacar semua di muka
Nanah meleleh dari muka
Sambil berjalan kau usap jugaBersuara tiap kau melangkah
Mengerang tiap kau memandang
Menetes dari suasana kau datang
Sembarang kau merebahMengganggu dalam mimpiku
Menghempas aku di bumi keras
Di bibirku terasa pedas
Mengaum di telingakuBaik, baik, aku akan menghadap Dia
Menyerahkan diri dan segala dosa
Tapi jangan tentang lagi aku
Nanti darahku jadi beku
#18. Prajurit Jaga Malam
Prajurit Jaga Malam
Waktu jalan. Aku tidak tahu apa nasib waktu?
Pemuda-pemuda yang lincah yang tua-tua keras,
bermata tajam
Mimpinya kemerdekaan bintang-bintangnya
kepastian
ada di sisiku selama menjaga daerah mati ini
Aku suka pada mereka yang berani hidup
Aku suka pada mereka yang masuk menemu malam
Malam yang berwangi mimpi, terlucut debu…
Waktu jalan. Aku tidak tahu apa nasib waktu!
#19. Yang Terampas dan Yang Terputus
Yang Terampas dan Yang Terputus
kelam dan angin lalu mempesiang diriku,
menggigir juga ruang di mana dia yang kuingin,
malam tambah merasuk, rimba jadi semati tugudi Karet, di Karet (daerahku y.a.d) sampai juga deru dingin
aku berbenah dalam kamar, dalam diriku jika kau datang
dan aku bisa lagi lepaskan kisah baru padamu;
tapi kini hanya tangan yang bergerak lantangtubuhku diam dan sendiri, cerita dan peristiwa berlalu beku
#20. Cerita Buat Dien Tamaela
Cerita Buat Dien Tamaela
Beta Pattiradjawane
Yang dijaga datu-datu
Cuma satu.Beta Pattiradjawane
Kikisan laut
Berdarah laut.Beta Pattiradjawane
Ketika lahir dibawakan
Datu dayung sampan.Beta Pattiradjawane, menjaga hutan pala.
Beta api di pantai. Siapa mendekat
Tiga kali menyebut beta punya nama.Dalam sunyi malam ganggang menari
Menurut beta punya tifa,
Pohon pala, badan perawan jadi
Hidup sampai pagi tiba.Mari menari!
mari beria!
mari berlupa!Awas jangan bikin beta marah
Beta bikin pala mati, gadis kaku
beta kirim datu-datu!Beta ada di malam, ada di siang
Irama ganggang dan api membakar pulau….Beta Pattiradjawane
Yang dijaga datu-datu
Cuma satu.1946
#21. Hampa
Hampa
Kepada sri
Sepi di luar. Sepi menekan mendesak.
Lurus kaku pohonan. Tak bergerak
Sampai ke puncak. Sepi memagut,
Tak satu kuasa melepas-renggut
Segala menanti. Menanti. Menanti.Sepi.
Tambah ini menanti jadi mencekik…
Memberat-mencekung punda…
Sampai binasa segala. Belum apa-apa
Udara bertuba. Setan bertempik
Ini sepi terus ada. Dan menanti.
#22. Kawanku dan Aku
Kawanku dan Aku
Kami sama pejalan larut
Menembus kabut
Hujan mengucur badan
Berkakuan kapal-kapal di pelabuhanDarahku mengental pekat. Aku tumpat pedat
Siapa berkata-kata…?
Kawanku hanya rangka saja
Karena dera mengelucak tenagaDia bertanya jam berapa?
Sudah larut sekali
Hilang tenggelam segala makna
Dan gerak tak punya arti.
#23. Kepada Kawan
Kepada Kawan
Sebelum ajal mendekat dan menghianat
Mencengkam dari belakang ketika kita tidak melihat
Selama masih menggelombang dalam dada darah serta rasaBelum bertugas kecewa dan gentar belum ada
Tidak lupa tiba-tiba bisa malam membenam
Layar merah berkibar hilang dalam kelam
Kawan, mari kita putuskan kini di sini
Ajal yang menarik kita, juga mencekik diri sendiriJadi
Isi gelas sepenuhnya lantas kosongkan
Tembus jelajah dunia ini dan balikkan
Peluk kucup perempuan, tinggalkan kalau merayu
Pilih kuda yang paling liar, pacu laju
Jangan tembatkan pada siang dan malamDan
Hancurkan lagi apa yang kau perbuat
Hilang sonder pusaka, sonder kerabat
Tidak minta ampun atas segala dosa
Tidak memberi pamit siapa sajaJadi
Mari kita putuskan sekali lagi
Ajal yang menarik kita, kan merasa angkasa sepi
Sekali lagi kawan, sebaris lagi
Tikamkan pedangmu hingga ke hulu
Pada siapa yang mengairi kemurnian madu…!!
#24. Lagu Siul
Lagu Siul
Laron pada mati
Terbakar di sumbu lampu
Aku juga menemu
Ajal di cerlang caya matamu
Heran! ini badan yang selama berjaga
Habis hangus di api matamu
‘Ku kayak tidak tahu saja.II
Aku kira
Beginilah nanti jadinya:
Kau kawin, beranak dan berbahagia
Sedang aku mengembara serupa AhasverosDikutuk-sumpahi Eros
Aku merangkaki dinding buta,
Tak satu juga pintu terbuka.Jadi baik kita padami
Unggunan api ini
Karena kau tidak ‘kan apa-apa,
Aku terpanggang tinggal rangka
25 November 1945
#25. Tuti Artic
Tuti Artic
Antara bahagia sekarang dan nanti jurang ternganga,
Adikku yang lagi keenakan menjilati es artic;
Sore ini kau cintaku, kuhiasi dengan susu + coca
cola.
Isteriku dalam latihan: kita hentikan jam berdetik.Kau pintar benar bercium, ada goresan tinggal
terasa
– ketika kita bersepeda kuantar kau pulang –
Panas darahmu, sungguh lekas kau jadi dara,
Mimpi tua bangka ke langit lagi menjulang.Pilihanmu saban hari menjemput, saban kali
bertukar;
Besok kita berselisih jalan, tidak kenal tahu:
Sorga hanya permainan sebentar.Aku juga seperti kau, semua lekas berlalu
Aku dan Tuti + Greet + Amoi… hati terlantar,
Cinta adalah bahaya yang lekas jadi pudar.1947
#26. Puisi Kehidupan
Puisi Kehidupan
Hari hari lewat, pelan tapi pasti
Hari ini aku menuju satu puncak tangga yang baru
Karena aku akan membuka lembaran baru
Untuk sisa jatah umurku yang baru
Daun gugur satu-satu
Semua terjadi karena ijin Allah
Umurku bertambah satu-satu
Semua terjadi karena ijin Allah
Tapi… coba aku tengok kebelakang
Ternyata aku masih banyak berhutang
Ya, berhutang pada diriku
Karena ibadahku masih pas-pasan
Kuraba dahiku
Astagfirullah, sujudku masih jauh dari khusyuk
Kutimbang keinginanku….
Hmm… masih lebih besar duniawikuYa Allah
Akankah aku masih bertemu tanggal dan bulan yang sama di tahun depan?
Akankah aku masih merasakan rasa ini pada tanggal dan bulan yang sama di tahun depan?
Masihkah aku diberi kesempatan?Ya Allah….
Tetes airmataku adalah tanda kelemahanku
Rasa sedih yang mendalam adalah penyesalanku
Astagfirullah…
Jika Engkau ijinkan hamba bertemu tahun depan
Ijinkan hambaMU ini, mulai hari ini lebih khusyuk dalam ibadah…
Timbangan dunia dan akhirat hamba seimbang…
Sehingga hamba bisa sempurna sebagai khalifahMu…
Hamba sangat ingin melihat wajahMu di sana…
Hamba sangat ingin melihat senyumMu di sana…
Ya Allah,
Ijikanlah
#27. Nisan
Nisan
Bukan kematian benar menusuk kalbu
Keridhaanmu menerima segala tiba
Tak kutahu setinggi itu di atas debu
Dan duka maha tuan tak bertahta.