Tarian Adat Jawa Tengah – Salah satu provinsi yang paling banyak penduduk di Indonesia saat ini adalah Jawa Tengah.
Provinsi ini juga memiliki banyak kebudayaan yang harus dilestarikan salah satunya yaitu tarian tradisional.
Kebudayaan Jawa sangat kental sebagai bentuk perpaduan kultur kebudayaan pada masa hindu-budha dan islam.
Selain perpaduan tersebut, masyarakat Jawa sangat percaya dengan kekuatan-kekuatan ghaib yang saat ini dapat kita lihat saat acara upacara adat maupun berbagai pertunjukan adat tradisional lainnya.
Sebagai salah satunya yaitu tarian adat Jawa Tengah dengan ragam jenis yang sangat perlu dijaga dan dilestarikan.
Beberapa jenis tarian adat dari Jawa Tengah yang akan kita bahas pada artikel ini antara lain :
Tari Bedhaya Ketawang
Menurut namanya, Bedhaya Ketawang dianggap sebagai tari yang ditarikan oleh wanita dari istana langit.
Hal tersebut dilandasi bahwa pemaknaan kata bedhaya artinya penari wanita dan ketawang berarti langit sehingga bila disatukan akan menjadi penari wanita dari langit.
Tarian ini dibawakan oleh 9 wanita yang tidak dalam masa haid serta berpuasa lebih dahulu sebelum menampilkan tarian.
Penari dilengkapi dengan pakaian pengantin adat Jawa seperti gelung besar, centhung, sisir jeram sajar, tiba dhadha, garudha mungkur, dan cundhuk mentul.
Tari Bedhaya ini diiringi dengan gending ketawang gedge dan gamelan.
Ke-9 penari wanita tersebut diibaratkan sebagai wali songo ataupun mata angin.
Konon dalam tarian ini dipercaya menceritakan tentang hubungan ratu Nyi Roro Kidul dengan raja-raja mataram dan sang ratu akan datang pada penari yang salah gerakannya.
Tarian ini sering ditampilkan sebagai hiburan saat acara-acara resmi dan sakral di Jawa Tengah.
Tari Gambyong
Tari tradisional Gambyong merupakan tarian khas daerah Surakarta.
Menurut sejarah, nama tari tradisional ini berasal dari nama seorang penari yang terkenal memiliki suara yang merdu dan badan yang lentur saat menari yaitu Sri Gambyong.
Kemahirannya tersebut membuatnya terkenal dan memiliki banyak penggemar bahkan hingga diundang oleh Sunan Paku Buwono IV untuk menari di Istana dan tariannya berhasil menarik hati para orang-orang istana sehingga tetap dilestarikan hingga saat ini.
Tarian ini tidak memiliki aturan dalam jumlah penarinya dan pada saat pementasan, para penari memakai kemben sebahu yang dilengkapi dengan selendang dan diiringi dengan suara gong, kenong, gambang, dan kendang.
Dahulu tarian ini digunakan sebagai hiburan untuk masyarakat setempat, akan tetapi sekarang tarian ini sering digunakan sebagai pengisi hiburan untuk penyambutan tamu dan acara-acara sakral saja.
Tari Bondan Payung (Bondan)
Tari Bondan berasal dari daerah Surakarta, pada gerakannya tarian ini menggambarkan seorang ibu yang begitu menyayangi anaknya sehingga para penari selalu membawa payung, boneka bayi, dan juga kendi pada saat melakukan gerakan tarian.
Ada keunikan pada tarian ini dimana para penarinya harus menggunakan pakaian adat jawa dan menaiki kendi yang tidak boleh pecah ketika dinaiki.
Tarian ini memiliki beberapa jenis yaitu bondang cindogo yang melambangkan seorang ibu yang sedih karena bayi yang dilahirkan meninggal, bondang mardisiwi yang melambangkan suka cita kelahiran anak, dan bondang pegunungan yang menggambarkan kehidupan wanita di desa.
Tari Serimpi (Serimpi Sangupati)
Serimpi berasal dari Yogyakarta dan dipercaya dapat menghipnotis penontonnya untuk memasuki dunia lain.
Tarian ini menceritakan tentang wanita yang lemah lembut dan lemah gemulai, pada pementasannya penari menggunakan pakaian putri keraton dan diiringi oleh gamelan.
Dahulu tarian ini hanya dipentaskan untuk memperingati pergantian raja dan hanya boleh ditampilkan di lingkungan keraton saja.
Namun, pada saat ini tarian memiliki gerakan dan durasi penampilan yang lebih sedikit.
Tari Beksan Wireng
Beksan Wireng konon diciptakan oleh prabu Amiluhur dengan tujuan untuk menyemangati 4 prajurit perang yang saat itu sedang berlatih, hal tersebut tampak pada gerakan para penari yang gagah membawa tombak dan tameng.
Tarian ini dibawakan oleh penari laki-laki dengan dilengkapi pakaian seperti seorang prajurit.
Tari Ebeg (Kuda Lumping)
Tarian Ebeg menggunakan boneka kuda sebagai properti gerakan tarian dan biasanya diiringi dengan gamelan banyumasan, bendhe, dan gendhing.
Selama tarian ini berlangsung, sesaji dan menyan harus tersedia karena dipercaya bahwa para penari akan kerasukan roh dan akan memakan sesaji dan menyan tersebut.
Tari Kethek Ogleng
Nama tarian ini berasal dari kata kethek yang berarti kera dan ogling yaitu suara yang timbul pada tarian tersebut.
Tari Kethek Ogleng berasal dari daerah Wonogiri dan menceritakan tentang raden Gunung Sari yang menjelma menjadi kera.
Para penari menggunakan topeng yang mirip dengan kera dan menirukan gerakan-gerakan seperti kera.
Tari Sintren
Sintren merupakan tari tradisional Cirebon yang sudah sangat jarang dipentaskan, hal tersebut karena adanya kepercayaan mistis pada tarian ini dimana sebelum menggelar pertunjukan haruslah diawali dengan dupa dan ritual doa.
Konon, tarian ini menceritakan tentang kisah cinta antara Sulasih dan Sulandono yang tidak direstui sehingga akhirnya mereka memutuskan menjadi petapa dan penari kemudian bertemu di alam ghaib.
Dalam penampilannya, penari biasanya menggunakan kaca mata hitam karena dipercaya ketika sedang menari maka penari akan kerasukan roh dan matanya akan berubah menjadi putih.
Penggunaan kaca mata hitam bertujuan agar penonton tidak merasa takut oleh hal tersebut.
Tari Jlantur
Jlantur merupakan tari yang hampir punah dari Boyolali dan dimainkan oleh 40 penari laki-laki yang menggunakan ikat kepala dan membawa kuda tiruan.
Konon gerakan pada tarian ini menggambarkan bentuk perlawanan pasukan pangeran Diponegoro kepada para penjajah.
Tari Prawiroguno
Prawiroguno merupakan tarian yang menggambarkan prajurit perang yang sedang bersiap-siap melawan para penjajah setelah mengalami kemunduran.
Tari Ronggeng
Ronggeng merupakan tarian ciptaan Endang Caturwati yang diiringi dengan rebab dan gong dalam pementasannya.
Tarian ini ditarikan oleh penari wanita dengan gerakan agresif yang mengarah pada gerakan sensual.
Konon tari Ronggeng dipercaya sebagai tarian meminta kesuburan tanah.
Tari Angsa
Tari Angsa merupakan salah satu tari tradisional yang sering dipentaskan di daerah Jawa Tengah.
Konon tari ini menggambarkan seorang dewi yang ditemani sekelompok angsa.
Dalam penampilannya tarian ini diiringi dengan gendang, gitar, dan degung.
Tari Blambangan Cakil (Bambangan Cakil)
Blambangan Cakil diadaptasi dari cerita pewayangan Arjuna yang melawan raksasa.
Tarian ini memiliki pesan moral bahwa segala bentuk kejahatan akan dikalahkan dengan kebaikan.
Tari Wira Pertiwi
Wira Pertiwi dibuat oleh Bagong Kussudiardjo sebagai gambaran kepahlawanan para putri jawa.
Tarian ini memiliki gerakan dinamis yang melambangkan ketangkasan, ketangguhan, dan ketegasan prajurit putri dalam membela bangsa dan negara.
Tari Kretek
Kretek merupakan tarian tradisional yang berasal dari Kudus dan gerakannya menggambarkan kehidupan para buruh dengan kreteknya dimana kretek terkenal sebagai sumber mata pencaharian masyarakat di sana.
Tari Kukila (Kukilo)
Kukila menggambarkan kehidupan burung dalam gerakannya yang dinamis, gesit, dan lincah.
Tari Lengger
Lengger berasal dari kata le yang bermakna tole atau anak laki-laki dan ger yang bermakna geger atau beramai-ramai.
Tarian ini menceritakan tentang dewi Candra Kirana yang mencari suaminya dan diganggu oleh raksasa.
Tarian ini berasal dari Banyumas dan dahulu gerakan pada tarian ini mengarah pada gerakan sensual.
Namun, sejak masuknya ajaran agama, islam sunan Kalijaga menggunakan tarian ini sebagai media dakwah dan merubah gerakan pada tarian ini.
Tarian ini ditampilkan dengan iringan suara angklung bernada Jawa.
Tari Topeng Ireng
Tari Topeng Ireng digunakan sebagai bentuk latihan beladiri dan memiliki nasihat tentang kabaikan hidup.
Tari Rong Tek
Nama Rong Tek berasal dari kata rong yang diartikan dengan penari dan tek yang berarti suara dari bamboo sehingga dalam tarian ini penari menggunakan bamboo dalam tariannya dan sebagai pengiring tarian tersebut.
Tari Rancak Denok
Rncak Denok berasal dari kata rancak yang berarti cepat dan denok yang berarti perempuan.
Sehingga tarian ini ditarikan oleh penari perempuan dengan gerakan yang dinamis dan cepat.
Tari Gambir Anom
Gambir Anom menggambarkan perilaku orang yang sedang jatuh cinta pada setiap gerakannya.
Sesuai namanya tarian ini beradaptasi dari kisah petualangan cinta Gambir Anom atau Irawan putra Arjuna.
Tari Dolalak
Dolalak berasal dari Purwokerto dan menceritakan tentang masa penjajahan sehingga para penarinya berpakaian seperti pakaian bangsa penjajah pada masa lalu.
Pada penampilannya, tarian ini diiringi dengan kentrung, rebana, kendang, dan kecer.
Nah, itulah 23 jenis tarian tradisional adat jawa tengah yang terkenal dengan nilai mistis dan kisah sejarah tentang bangsanya ini.
Sangat disayangkan karena beberapa jenisnya sudah jarang dipentaskan dan mulai hilang dari pertunjukan kebudayaan di Jawa Tengah.