Pakaian Adat Sumatera Selatan – Jika kita membahas tentang kerajaan Sriwijaya, tentu kita akan ingat dengan salah satu provinsi di Indonesia yaitu Sumatera Selatan.
Pengaruh sejarah kerajaan Sriwijaya tidak hanya menjadi bentuk cerita yang dimiliki oleh Sumatera Selatan, tetapi juga turut berpengaruh terhadap pakaian adat yang terdapat di provinsi tersebut.
Pakaian adat Sumatera Selatan terkenal dengan kemewahan dan kemegahan desainnya yang turut menggunakan aksesoris berbahan emas dan berlian sebagai pelengkap penggunaan pakaian adat tersebut.
Ingin tahu tentang kemewahan yang terdapat pada pakaian adat Sumatra Selatan?
Simak penjabaran berikut tentang pakaian adat Sumatra Selatan beserta aksesoris yang melengkapinya.
Aesan Gede
Pakaian adat provinsi Sumatera Selatan yang pertama adalah Aesan Gede, pakaian adat ini merupakan salah satu peninggalan dari kerajaan Sriwijaya yang dahulu digunakan untuk melambangkan keagungan dan kemewahan para bangsawan.
Pakaian adat ini berwarna merah jambu dengan benang emas serta gemerlap perhiasan.
Selain itu, terdapat mahkota yang dipadukan dengan baju dodot dan kain songket berwarna keemasan.
Aesan gede juga dilengkapi dengan beberapa aksesoris pelengkap seperti :
Karsuhun (Mahkota untuk Perempuan) dan Kopiah Cuplak (Mahkota Untuk Laki-Laki)
Penggunaan aksesoris ini bertujuan untuk memperlihatkan kemegahan, banyaknya kebahagiaan, pengingat kebudayaaan, dan nilai kearifan dari provinsi Sumatera Selatan yang masih terjaga sehingga diwujudkan dalam bentuk mahkota kerajaan yang kaya akan nilai.
Selain itu mahkota juga dapat melambangkan tentang kepemimpinan, yang dimana memang pada masa lampau, Sumatera Selatan memiliki kepemimpinan yang luar biasa.
Terate
Terate adalah hiasan yang digunakan untuk menutupi bagian dada dan pundak baik pada pria maupun wanita.
Terate ini berbentuk lingkaran bersudut lima dengan motif bunga melati bersepuh emas yang pada tepinya terdapat pekatu berbentuk bintang serta bentuk rantai dan juntaian lempengan emas berbentuk biji mentimun.
Aksesoris ini digunakan untuk menggambarkan kemegahan dan kesucian.
Selendang Sawit
Selendang Sawit yaitu salah satu bagian aksesoris dari pakaian adat Palembang yang terbuat dari emas 22 karat dengan ragam hias sulur dan nada aksen intan di bagian tengahnya.
Selendang sawit digunakan dengan menyilangkan 2 selendang dari bahu kiri ke pinggang sebelah kanan dan dari bahu kanan ke pinggang sebelah kiri.
Keris
Keris ini dipakai oleh pengantin pria (keturunan bangsawan) dengan diselipkan pada ikat pinggang depan sebelah kanan dengan gagang menghadap keluar agar terlihat semakin gagah dan bijaksana.
Sedangkan untuk laki-laki yang bukan bangsawan, kerisnya diletakkan di bagian pinggang belakang dengan maksud untuk menghormati para raja atau atasan.
Dahulu, sarung keris ini terbuat dari emas 20 karat dengan warna gemerlap emas dengan corak yang unik.
Pending
Pending adalah ikat pinggang yang digunakan oleh laki-laki maupun perempuan yang memiliki bentuk seperti lempengan emas berukuran 6×9 cm dan terbuat dari emas 20 karat.
Pending memiliki kepala yang disebut dengan Badong dan diukir dengan motif ragam hias naga, burung hong daun, dan bunga.
Gelang Kecak
Gelang Kecak adalah gelang emas 24 karat yang berbentuk mata yang dihiasi dengan pekatu polos.
Di tengahnya terdapat dua tumpukan lingkaran berhias emas dan biasanya dipakai oleh kedua mempelai di bagian pangkal lengan.
Saputangan Segitigo
Saputangan Segitigo adalah saputangan yang dibuat dari beludru dengan warna merah.
Salah satu sisinya bertabur kelopak bunga melati dari emas, di pinggirnya ada rantai dan juntaian bandul juga lempengan logam berbentuk wajik.
Umumnya dipakaikan oleh mempelai pria di jari tengah kanan ( pada pakaian adat Aesan Gade), atau di telunjuk sebelah kiri (pada pakaian adat Aesan Paksangko).
Trompah
Trompah adalah sejenis sepatu yang dikenakan oleh pengantin, biasanya berwarna senada dengan atasan.
Penggunaan warna senada ditujukan agar terlihat serasi dengan ciri khusus berbentuk bagian depan agak besar dan tidak terlalu lancip.
Kebo Munggah
Kebo Munggah ialah kalung yang dilingkarkan pada leher secara bersusun sebanyak 3 buah yang mengartikan bahwa si pemakai telah melakukan pernikahan.
Aksesoris ini dimaksudkan sebagai penanda dan pengingat agar orang yang telah mengenakannya senantiasa menjaga diri dan sikap serta tidak berlaku sesuka hati.
Gelang Palak Ulo
Gelang Palak Ulo adalah gelang yang terbuat dari emas 24 karat dengan taburan berlian berbentuk ular naga bersisik dan berpulir.
Gelang ini terdapat di bagian lengan pemakai wanita karena seorang wanita menggambarkan permaisuri yang harus diperhatikan.
Aesan Paksangko
Pakaian adat Aesan Paksangko ini mempunyai makna filosofis yang melambangkan keagungan masyarakat daerah Sumatera Selatan.
Pakaian adat Palembang ini lebih sering terlihat pada suatu acara resepsi pernikahan yang dipakai oleh kedua pasang mempelai dengan kombinasi warna merah dan emas yang menambah kesan anggun pada pasangan mempelai.
Untuk pengantin wanita mengenakan baju kurung dengan warna merah bermotif bunga dan bintang berwarna keemasan kain songket lepus bersulam emas, teratai dibagian dada, serta dilengkapi dengan mahkota Paksangkong, Kembang Goyang, Kembang Kenango, Kelapo Standan, dan aksesoris mewah lain yang berwarna kuning keemasan.
Sedangkan untuk pengantin pria, baju yang dikenakan berwarna senada, menggunakan motif tabur bunga emas, seluar pengantin (celana pengantin), songket lepus, selempang songket, dan songkok (kopiah) yang berwarna emas sebagai penutup kepala.
Walaupun hanya memiliki 2 jenis pakaian adat akan tetapi pakaian adat Sumatra Selatan kaya akan nilai-nilai kehidupan khususnya dalam bentuk nasihat tentang tingginya derajat wanita bagi masyarakat Sumatra Selatan sehingga harus menggunakan aksesoris yang terbuat dari emas dan berlian agar menjadi pusat perhatian.
Pada dasarnya penggunaan emas dan berlian tersebut tidaklah untuk menunjukkan kesombongan, tetapi lebih kepada nilai keindahan sekaligus menggambarkan tentang sejarah pakaian kerajaan Sriwijaya yang mewah.
Kedua pakaian adat unik ini biasanya hanya digunakan pada saat upacara adat perkawinan, festival, dan acara-acara budaya lainnya.
Keduanya juga dapat digunakan oleh siapapun dengan ketentuan yang telah dijelaskan pada penjelasan di atas terkait jumlah, penggunaan untuk keturunan, dan orang biasa.